“Saya ingin mengajak umat Kristiani dengan percaya diri, dan dengan kreativitas yang terbina dan bertanggungjawab, bergabung dalam jejaring hubungan yang dimungkinkan oleh jaman digital. Hal ini bukan saja untuk memuaskan keinginan untuk hadir, tetapi karena jejaring ini merupakan bagian utuh dari hidup manusia. Internet memberikan sumbangsih bagi perkembangan cakrawala intelektual dan spiritual yang lebih kompleks, bentuk-bentuk baru kesadaran berbagi. Di dalam wilayah ini juga kita dipanggil untuk memaklumkan iman kita bahwa Kristus adalah Allah, Penyelamat umat manusia dan Penyelamat sejarah, yang di dalam-Nya segala sesuatu memperoleh kepenuhannya (bdk. Efesus 1:10).” ~ Paus Benediktus XVI, Hari Komunikasi Sedunia ke-45, Juni 2011

Kamis, 22 September 2011

TERIKAT DG TUHAN ATAU DG PEMBERIAN-NYA? (by Romi Surjadi)


coventryjesuscentreblog.com
Dari kecil sampai sekarang kita sudah membuat keputusan mengenai banyak hal, salah satunya adalah mengenai apa yg harus kita miliki (terima) dan apa yg kita hindari (tolak). Terkadang sesuatu yg ingin kita miliki itu begitu menarik hati, shg setelah memilikinya, kita ingin selamanya menahan sesuatu tersebut bersama dg kita, shg secara tidak sadar kita sudah terikat pd sesuatu yg menjadi keinginan kita tsb. Seperti misalnya anak kecil menginginkan Game Boy, setelah dibelikan oleh orang tuanya, dia begitu gembira shg memainkannya setiap hari. Secara tidak sadar, dia sudah mencurahkan hatinya pada benda tsb, shg sdh terikat dan menyatu dg benda tsb. Karena itu pd saat benda itu rusak, si anak begitu sedih, shg kehilangan konsentrasi dlm belajar, akibatnya prestasinya di sekolah jatuh. Perhatikan disini bhw karena si anak begitu terikat pd Game Boy tsb, saat benda itu rusak (jatuh), si anak ikut jatuh karenanya (seperti benda yg terikat, kemana benda yg satu pergi, yg lain mengikuti).


Terkadang hal tsb bisa berakibat fatal. Mungkin kita pernah mendengar kisah Romeo & Juliet, karena begitu cintanya mereka satu sama lain, shg saat Romeo melihat Juliet mati dlm pandangannya (Juliet tdk mati, hanya minum obat yg menimbulkan efek seakan-akan mati), Romeo melakukan bunuh diri, demikian juga setelah Juliet bangun dan melihat Romeo mati, dia pun ikut bunuh diri. Walaupun contoh saya hanya drama, tp kita pun kadang mendengar ada kasus bunuh diri karena cinta seperti itu. Karena hati mereka sdh menyatu (terikat satu sama lain), mk saat yg satu jatuh, yg lain jg ikut jatuh bersamanya. Dan secara menyedihkan kita juga kadang mengikatkan diri kita sepenuhnya pd benda-benda atau manusia, yg rapuh dan bisa rusak, salah, atau mati spt itu (lebih daripada kita mengikatkan diri kita pd Tuhan).

Inilah yg terjadi pd anak bungsu (pd kisah ‘Perumpamaan tentang Anak yg Hilang’ di Injil Lukas), saat meminta jatah warisannya, dia sudah menolak terikat dg ayahnya dan memilih unt memiliki harta benda bersamanya. Mengapa dia tidak mau terikat dg ayahnya? Secara logika bisa saya jawab, walaupun dg ayahnya dia berkecukupan sandang, pangan, dan papan, tp ada konsekuensi yg harus dijalankan yaitu karena tinggal di rumah ayahnya, maka dia sedikit banyak mesti mengikuti kehendak-kehendak ayahnya sebagai kepala rumah tangga, dan tidak dapat bebas mengikuti kehendaknya sendiri. Kadang kita juga melakukan hal tsb, dimana yg kita inginkan dari Tuhan adalah pemberian-pemberian-Nya dan bukan diri-Nya, karena bila kita ingin menyatu (terikat) dg Tuhan, mk konsekuensinya kt juga mesti melakukan kehendak-kehendak-Nya.

Kemudian anak itu pergi ke tempat yg jauh, berarti dia sudah menolak dan setelah itu menjauhkan diri dari ayahnya. Dan karena anak bungsu terikat dg harta kekayaan, pd saat harta tsb habis, si anak ikut jatuh karenanya. Sama seperti kita, bila kita hanya menginginkan pemberian Tuhan, kita mungkin akan mendapatkannya, tapi saat gelombang kehidupan menerpa kita, apa yg kita dapatkan tsb seringkali tidak punya cukup kuasa unt menolong kita. Sedangkan kita ingin minta pertolongan Tuhan, tapi tidaklah mudah lagi karena kita telah menolak dan menjauhkan diri dari pada-Nya.

 Bila kita ada pada kondisi yg demikian, maka lakukanlah apa yg dilakukan oleh anak yg hilang tsb, yaitu berbalik kembali kepada Bapa-Nya (atau dapat dikatakan dia bertobat), dg didasari oleh perasaan bersalah yg sungguh-sungguh dan kerendahan hati. Yg menarik adalah sikap dari si anak sulung. Saya katakan menarik karena dalam banyak hal anak sulung itu menggambarkan diri kita sbg hamba Tuhan, yg sudah lama bertobat, mengikatkan diri pd Tuhan, dan melayani Dia. Seperti si anak sulung, kita terkadang protes kepada Tuhan saat melihat orang yg baru saja lahir baru, kehidupannya justru diberkati secara melimpah, sdgkan kita yg sudah lama melayani Tuhan kehidupannya dari dulu biasa-biasa saja.

Apa yg menjadi alasan sang ayah tidak memberikan seekor anak kambing pun unt anak sulung bersuka cita bersama sahabat-sahabatnya? Sebenarnya pemberian atau berkat Tuhan itu mengandung konsekuensi, dimana kita mesti berjuang agar tidak menjadi terikat pada pemberian-pemberian tsb. Semakin banyak pemberian Tuhan yg kita terima, maka sesungguhnya semakin berat perjuangan kita unt melepaskan diri dari godaan unt menjadi terikat pd berkat-berkat tsb. Dan mungkin sang ayah pd bacaan tsb tahu, bhw anak sulung tidak cukup kuat mengasihi dan terikat dengannya (karena kalau kasih anak sulung pd ayahnya kuat, mk dia tidak akan peduli apakah anak bungsu mendapatkan anak lembu atau tidak, karena dlm benaknya yg penting ayahnya bahagia), shg sang ayah tidak memberikan sesuatu bagi dia unt bersuka cita dg sahabat-sahabatnya, karena nantinya bisa jadi anak sulung akan menjadi terikat pd pemberian tsb atau sahabat-sahabatnya.

Dan jawaban dari sang ayah thd anak sulung begitu indah, beliau menyadarkan kembali betapa berharganya apa yg telah dimiliki oleh anak sulung itu, yaitu persatuan dg sang ayah sendiri. Jadi bila kita terikat sepenuhnya dg Tuhan dan hidup bersatu dengannya, kita sudah menjadi orang yg paling beruntung, karena Tuhan memiliki segala sesuatu unt memelihara kehidupan kita menjadi baik. Tapi kita mesti sadar bhw Tuhan memberi seturut dg kehendak-Nya, dan semua itu Dia lakukan unt mengajar kita demi kebaikan kita sendiri. Sebagai penutup, saya ingin mengajak Anda unt merenungkan syair Mazmur antar bacaan yg sering diperdengarkan di gereja, agar kita disadarkan bhw sudah selayaknya kita bahagia, bila kita terikat pd-Nya  :  ‘Bahagia kuterikat pd Yahwe, harapanku pd Allah, Tuhanku...’

Tidak ada komentar: