“Saya ingin mengajak umat Kristiani dengan percaya diri, dan dengan kreativitas yang terbina dan bertanggungjawab, bergabung dalam jejaring hubungan yang dimungkinkan oleh jaman digital. Hal ini bukan saja untuk memuaskan keinginan untuk hadir, tetapi karena jejaring ini merupakan bagian utuh dari hidup manusia. Internet memberikan sumbangsih bagi perkembangan cakrawala intelektual dan spiritual yang lebih kompleks, bentuk-bentuk baru kesadaran berbagi. Di dalam wilayah ini juga kita dipanggil untuk memaklumkan iman kita bahwa Kristus adalah Allah, Penyelamat umat manusia dan Penyelamat sejarah, yang di dalam-Nya segala sesuatu memperoleh kepenuhannya (bdk. Efesus 1:10).” ~ Paus Benediktus XVI, Hari Komunikasi Sedunia ke-45, Juni 2011

Rabu, 22 Juni 2011

Batu Karang (Oleh Romi Surjadi, Sel Petrus Paulus)



Saya percaya Tuhan menciptakan segala sesuatu pasti ada kegunaannya, termasuk batu karang. Kita bisa lihat batu karang di dekat pantai, disamping berguna untuk memecah ombak (agar ombak sampai ke pantai tidak terlalu besar), juga sebagai tempat tinggal bagi berbagai mahluk hidup seperti terumbu karang dan binatang-binatang laut. Namun batu karang yang tidak pada tempatnya bisa jadi disamping tidak berguna, juga malah merugikan kita. Seperti halnya batu karang kecil yang terdapat dalam ginjal, bila jumlahnya terus bertambah, bisa menyebabkan penyakit kencing batu.

Batu karang sering digunakan dalam bahasa kiasan, yang menggambarkan keteguhan hati manusia. Kita mungkin pernah mendengar orang berkata “Pendiriannya teguh, seteguh batu karang”. Tapi seperti halnya gambaran tentang batu karang diatas, keteguhan hati manusia bisa berguna atau bisa malah merugikan sesama. Keteguhan hati yang berguna misalnya keteguhan dalam iman kepada Tuhan, keteguhan dalam mengangkat kehidupan social lingkungannya, keteguhan dalam merintis kemandirian, dsb. Keteguhan hati yang benar (atau pada tempatnya), bisa memberikan rasa aman dan perlindungan, membangkitkan optimisme, mengobati luka batin, membawa kemajuan, menjadi teladan bagi sesama. Sedangkan keteguhan hati yang yang merugikan sesama misalnya dendam berkepanjangan, tidak mau lagi datang ke gereja karena merasa kecewa, tidak mau kembali ke keluarga karena bertengkar dengan saudara, mempertahankan sesuatu yang bukan haknya, mendisiplinkan anak secara berlebihan, dsb. Keteguhan hati yang salah menyebabkan luka batin, trauma, stress, dan balas dendam.
Sifat yang teguh dan pantang menyerah ada yang timbul sebagai sifat bawaan, tapi ada juga yang muncul karena terbentuk dari lingkungan. Dalam kitab Injil, kita membaca Yesus berkata kepada Petrus “Engkau adalah Petrus dan diatas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku… “. Seperti kita ketahui bahwa arti nama Petrus adalah batu karang, dan Yesus mengatakan demikian bukan pada saat Petrus sudah teguh di dalam iman, tapi saat Petrus masih labil. Terbukti bahwa setelah itu pada saat Yesus diadili, Petrus menyangkal Yesus, padahal saat Perjamuan Terakhir, Petrus mengatakan berani mati bersama-sama dengan Yesus. Apa yang membuat Petrus akhirnya mempunyai iman yang teguh, sampai mati di salib seperti gurunya? Saya rasa jawabannya yang paling utama adalah keyakinan. Yesus yakin bahwa Petrus suatu saat nanti akan setia dan akan menjadi pewarta Injil yang teguh sejak Petrus masih labil, sejak dia belum memahami sepenuhnya tentang kehendak dan rencana Tuhan. Itulah yang menjadi dasar kasih Petrus kepada Yesus, sampai akhirnya pada hari Pentakosta dikuatkan oleh pencurahan Roh Kudus, sehingga semakin membangkitkan kekuatan, semangat, dan keteguhan hati Petrus dalam mewartakan Injil.

Demikianlah seperti kata pepatah, apa yang ditabur itulah yang dituai, maka keteguhan hati yang terbentuk dari keyakinan (atau bisa dibilang ‘kepercayaan’) yang tulus, disertai dengan harapan dan kasih, yang tak henti-hentinya dicurahkan dan berlandaskan pada kehendak Tuhan, akan menghasilkan keteguhan hati yang baik. Sekarang saatnya kita memeriksa dalam batin kita :
-  Dimanakah ‘batu karang’ kita berada? Apakah pada kemauan kita untuk berpegang teguh pada kehendak Tuhan atau bermuara pada keegoisan kita sendiri?
-  Apakah yang membentuk ‘batu karang’ Anda? Apakah kata-kata menyakitkan yang terus-menerus dari teman, ataukah kepercayaan yang besar dari orang tua bahwa kita bisa mencapai cita-cita kita? Ataukah yang lain….
-    Apakah ‘batu karang’ itu berguna atau malah merugikan diri sendiri dan sesama?

2 komentar:

Heru, Sel Petrus Paulus mengatakan...

Renungan yang menarik.... Menjadi batu karang memang tidak mudah. Dibutuhkan semangat mengasihi Allah yang besar, agar batu karang kita menjadi berkat bagi orang lain. batu karang kita bukanlah sifat keras kita yang tidak mau mendengarkan nasihat orang lain, sukar mengampuni, tidak mau mengalah, dll..melainkan sikap yang berpegang teguh pada hukum kasih. teguh dalam bersikap sabar, rendah hati, murah hati, mengampuni terhadap sesama. Santo Petrus... Doakanlah kami... :) Buat temen2 yang lain.. Yuk komentari renungan bikinan temen2 kita.. :)

Bento mengatakan...

Sebuah renungan yang menarik dan pastinya hasil sebuah pemikiran yang mendalam dari hati dan berasal dari Roh Kudus. Terima kasih atas pencerahannya